Sabda Rasulullah Saw., “Siapa yang ingin membaca Al Qur’an dengan baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan lbnu Ummi ‘Abd (‘Abdullab bin Mas’ud)
Pada suatu hari, seorang anak
gembala yang hampir baligh menghalau domba-domba gembalaannya di jalan jalan
kedil perbukitan kota Makkah, jauh dari keramaian. Dia menggembalakan domba-domba
kepunyaan seorang bangsawan Quraisy, ‘Uqbah bin Mu’aith. Orang memanggil nama anak itu ‘Ibnu Ummi ‘Abd” Sesungguhnya namanya yang
asli “ABDULLAH” dan nama bapaknya “MAS’UD”. Nama
lengkapnya “ABDULLAH BIN MAS’AD”
Anak gembala itu pernah juga
mendengar berita mengenai Nabi yang baru diutus, serta da’wah yang
dilancarkannya. Tetapi gembala kecil ini tidak mem pedulikannya. Mungkin karena
usianya yang masih kecil, dan karena jauhnya dari masyarakat Makkah, tempat dirnulainya da’wah
tersebut.. Anak gembala ini rajin rnenggembalakan domba-domba majikannya.
Pagi-pagi sekali dia sudah berangkat bersama domba ke tempat gembala, dan
pulang setelah hari senja.
Hari itu, anak tersebut melihat
di kejauhan dua orang laki-laki menuju ke arahnya. Keduanya. kelihatan sangat
letih dan kehausan. Bibir dan kerongkongan mereka tampak kering. Ketika
keduanya telah sampai ke dekat anak gembala tersebut, mereka memberi salam dan
berkata, “Hai, Bocah! Berilah kami susu dombamu sekedar untuk menghilangkan
haus.”
“Ma’af, Pak! Saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai gembala”. jawabnya.
Kedua laki-laki tersebut tidak membantah jawaban anak gernbala itu. Bahkan di wajah keduanya jelas kelihatan mereka menyukai jawabannya. Seorang di antara keduanya berkata, “Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!”
Anak itu mengambil seekor anak domba, lalu dibawanya ke dekat mereka. Orang itu mernegang domba tersebut dan meraba-raba susunya dengan membaca “Bismillah “. Si anak gembala bingung, dan berkata kepada dirinya sendiri, “Mana mungkin anak domba dapat diperas air susunya!” Tetapi sebentar kemudian susu anak domba itu membengkak, dan setelah itu air susunya memancar berlimpah. Laki-laki yang seorang lagi mengambil sebuah batu cekung lalu diisinya dengan susu dan diminurnnya berdua dengan kawannya. Kemudian anak itu diberinya pula dan mereka ketiganya minum bersama-sama. Anak itu hampir tidak percaya kepada apa yang dilihatnya dan dialaminya. “Ajaib sungguh’” kata anak gembala.
“Ma’af, Pak! Saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai gembala”. jawabnya.
Kedua laki-laki tersebut tidak membantah jawaban anak gernbala itu. Bahkan di wajah keduanya jelas kelihatan mereka menyukai jawabannya. Seorang di antara keduanya berkata, “Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!”
Anak itu mengambil seekor anak domba, lalu dibawanya ke dekat mereka. Orang itu mernegang domba tersebut dan meraba-raba susunya dengan membaca “Bismillah “. Si anak gembala bingung, dan berkata kepada dirinya sendiri, “Mana mungkin anak domba dapat diperas air susunya!” Tetapi sebentar kemudian susu anak domba itu membengkak, dan setelah itu air susunya memancar berlimpah. Laki-laki yang seorang lagi mengambil sebuah batu cekung lalu diisinya dengan susu dan diminurnnya berdua dengan kawannya. Kemudian anak itu diberinya pula dan mereka ketiganya minum bersama-sama. Anak itu hampir tidak percaya kepada apa yang dilihatnya dan dialaminya. “Ajaib sungguh’” kata anak gembala.
Setelah mereka minum
sepuas-puasnya, orang yang penuh berkah itu berkata, “Berhenti!” Kemudian air susu domba
berhenti mengalir, dan teteknya kempes kembali seperti semula. Si anak gernbala
berkata kepada orang yang penuh berkah, “Ajarkanlah kepada saya bacaan yang Tuan baca
tadi.” “Engkau anak pintar!” jawab orang luar biasa yang
penuh berkah itu.
Kisah di atas
adalah permulaan kisah “Abdullah bin Mas’ud dalam Islam. Orang yang penuh berkah
itu tidak lain melainkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan
kawannya ialah Abu Bakar As-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu. Mereka pergi ke
perbukitan Makkah pada hari itu, menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak
rnereka ingini karena tindakan Kaum Quraisy yang keterlaluan dan sok kuasa.
Sejak peristiwa itu, ‘Abdullah
bin Mas’ud (si anak gembala) jatuh cinta kepada Rasulullah dan sahabatnya. Dia
merasa terikat kepada keduanya. Sebaliknya Rasulullah kagum kepada anak itu.
Walaupun dia seorang anak gembala, sehari-harian terjauh dari masyarakat ramai,
tetapi dia cerdas, jujur, bertanggung-jawab, bersungguh-sungguh dan teliti. Tidak berapa
lama setelahnya, ‘Abdullah bin Mas’ud masuk Islam. Dia mendatangi Rasulullah
dan memohon kepada beliau agar diterima menjadi pelayan beliau. Rasulullah
menerimanya.
Sejak hari itu ‘Abdullah bin
Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Dia beralih pekerjaan dari gemba domba
menjadi pelayan Utusan Allah dan Pemimpin Ummat
‘Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi Rasulullah bagaikan sebuah bayang-bayang dengan bendanya. Dia selalu menyertai beliau kemana pun beliau pergi, di dalam rumah maupun di luar rumah. Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur, menyediakan air untuk beliau mandi, mengambilkan terompah apabila beliau hendak pergi, dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan tongkat dan sikat gigi. Menutupkan pintu kamar apabila beliau masuk kamar hendak tidur. Bahkan Rasulullah mengizinkan ‘Abdullah memasuki kamar beliau jika perlu. Beliau mempercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa kuatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, ‘Abdullah bin Mas’ud dijuluki orang dengan Shahibus Sirri Rasulullal (pemegang rahasia Rasulullah).
‘Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi Rasulullah bagaikan sebuah bayang-bayang dengan bendanya. Dia selalu menyertai beliau kemana pun beliau pergi, di dalam rumah maupun di luar rumah. Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur, menyediakan air untuk beliau mandi, mengambilkan terompah apabila beliau hendak pergi, dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan tongkat dan sikat gigi. Menutupkan pintu kamar apabila beliau masuk kamar hendak tidur. Bahkan Rasulullah mengizinkan ‘Abdullah memasuki kamar beliau jika perlu. Beliau mempercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa kuatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, ‘Abdullah bin Mas’ud dijuluki orang dengan Shahibus Sirri Rasulullal (pemegang rahasia Rasulullah).
‘Abdullah bin Mas’ud dibesarkan
dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah. Karena itu tidak
heran kalau dia menjadi seorang yang sempurna terpelajar, berakhlak tinggi,
sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang dicontohkan Rasulullah kepadanya. Pendidikan
Rasulullah kepadanya, diterapkan ‘Abdullah dalam dirinya dengan disiplin kuat
dalam segala situasi dan kondisi. Sampai-sarnpai orang mengatakan, “karakter
dan akhlak ‘Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah “.
Di samping itu, dia belajar di
Madrasah Rasulullah. Karena itu memang pantas dia menjadi sahabat yang sangat
baik membaca Qur’án, sangat paham maknanya, dan sangat ‘alim tentang syari’at Islam. Sebuah berita
kami sajikan untuk membuktikan hal itu.
Ketika Khalifah
‘Umar bin Khaththab berada di ‘Arafah, tiba-tiba seorang laki-laki datang
menghadap beliau seraya berkata, “Ya, Amirul Mu’minin! Saya
datang dari Kufah sengaja untuk menghadap Anda. Di sana ada seorang yang mahir
Al Qur’an seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pendapat Anda tentang orang itu?”
‘Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang panjang.
“Siapa dia?” tanya ‘Umar.
‘Abdullah bin Mas’ud,”jawab orang itu. Kemarahan ‘Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah. Kata ‘Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih ‘alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenai nya.
‘Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang panjang.
“Siapa dia?” tanya ‘Umar.
‘Abdullah bin Mas’ud,”jawab orang itu. Kemarahan ‘Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah. Kata ‘Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih ‘alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenai nya.
Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bercincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin. Saya
turut dalam pembicaraan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi.
Saya dan Abu Bakar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat
seseorang — mula-mula tidak kami kenali — sedang shalat di masjid. Rasulullah
berdiri mendengarkan bacaan orang itu. Kemudian beliau berpaling dan berkata
kepada kami, “Siapa yang ingin membaca Qur’an dengari baik seperti yang diturunkan Allah,
bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (‘Abdullah bin Mas’ud).”
Kemudian ‘Abdullah duduk dan berdo‘a. Rasullullah rnengaminkan do’anya. “Saya berkata dalam hati,” kata ‘Umar selanjutnya, “Demi Allah! Besok pagi saya akan mendatangi ‘Abdullah bin Mas’ud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan do’anya. Ketika saya mendatanginya besok pagi, kiranya Abu Bakar telah lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu kepada ‘Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.”
Kemudian ‘Abdullah duduk dan berdo‘a. Rasullullah rnengaminkan do’anya. “Saya berkata dalam hati,” kata ‘Umar selanjutnya, “Demi Allah! Besok pagi saya akan mendatangi ‘Abdullah bin Mas’ud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan do’anya. Ketika saya mendatanginya besok pagi, kiranya Abu Bakar telah lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu kepada ‘Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.”
‘Abdullah bin Mas’ud pernah
berkata tentang pengetahuannya mengenai Kitabuflah (Al Qur’an) sebagai berikut:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al Qur’an, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”
‘Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Cerita ‘Umar bin Khaththab di bawah ini memperkuat ucapan ‘Abdullah tersebut. -
Pada suatu malam ketika Khalifah ‘Umar bin Khathab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. ‘Abdullah bin Mas’ud berada dalarn kafilah tersebut. Khalifah ‘Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanyakan kafilah.
“Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.
“Min fajjil ‘amiq” (dari lembah nan dalam), jawab ‘Abdullah.
“Hendak ke mana kalian?”
“Ke Baitul ‘Atiq” (ke rumah tua =Baitullah), jawab ‘Abdullah.
Kata ‘Umar, ‘Di antara mereka pasti ada orang yang sangat ‘alim.
` Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Qur’an manakah yang paling agung?”
Jawab ‘Abdullah,
“(Allah, tiada Tuhan selain Dia; Yang Maha Hidup Kekal, lagi terus menerus mengurus (rnakhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak pula tidur…). (Al-Baqarah: 255).
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al Qur’an, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”
‘Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Cerita ‘Umar bin Khaththab di bawah ini memperkuat ucapan ‘Abdullah tersebut. -
Pada suatu malam ketika Khalifah ‘Umar bin Khathab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. ‘Abdullah bin Mas’ud berada dalarn kafilah tersebut. Khalifah ‘Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanyakan kafilah.
“Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.
“Min fajjil ‘amiq” (dari lembah nan dalam), jawab ‘Abdullah.
“Hendak ke mana kalian?”
“Ke Baitul ‘Atiq” (ke rumah tua =Baitullah), jawab ‘Abdullah.
Kata ‘Umar, ‘Di antara mereka pasti ada orang yang sangat ‘alim.
` Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Qur’an manakah yang paling agung?”
Jawab ‘Abdullah,
“(Allah, tiada Tuhan selain Dia; Yang Maha Hidup Kekal, lagi terus menerus mengurus (rnakhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak pula tidur…). (Al-Baqarah: 255).
Tanyakan pula kepada mereka, ayat
Qur’an manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata ‘Umar memerintah. Jawab
‘Abdullah: (Sesungguhnya Allah
memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaurn
kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran)” (An Nahl; 16:9)
“Tanyakan kepada mereka, ayat Quran ma yang paling mencakup?” perintah ‘Umar.
Jawab Abdullah,
(“Barangsiapa mengerjakan kebaikan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula). (Al Zalzalah; 99:8).
“Tanyakan, ayat Al Qur’añ manakah yang memberi kabar takut?” perintah ‘Umar.
Jawab ‘Abdullah,
(Pahala dari Allah bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong. dan tidak pula menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain Allah).” (An Nisa’; 4:123)
“Tanyakan pula, ayat Qur’an manakah yang memberikan harapan?” perintah ‘Umar.
(Ketahuilah Hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah; sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (Az Zumar; 39:53), jawab ‘Abdullah.
Kata ‘Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kafilah kalian ‘Abdullah bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”
“Tanyakan kepada mereka, ayat Quran ma yang paling mencakup?” perintah ‘Umar.
Jawab Abdullah,
(“Barangsiapa mengerjakan kebaikan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula). (Al Zalzalah; 99:8).
“Tanyakan, ayat Al Qur’añ manakah yang memberi kabar takut?” perintah ‘Umar.
Jawab ‘Abdullah,
(Pahala dari Allah bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong. dan tidak pula menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong baginya selain Allah).” (An Nisa’; 4:123)
“Tanyakan pula, ayat Qur’an manakah yang memberikan harapan?” perintah ‘Umar.
(Ketahuilah Hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah; sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (Az Zumar; 39:53), jawab ‘Abdullah.
Kata ‘Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kafilah kalian ‘Abdullah bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”
‘Abdullah bin
Mas’ud bukan hanya sekedar Qari (ahli baca) terbaik, atau seorang yang sangat
‘alim, atau seorang ‘abid yang sangat zuhud, tetapi dia juga seorang pemberani,
kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid)
terkemuka. Dia tercatat sebagai muslim pertama yang mengumandangkan Al Qur’an
dengan suara merdu dan lantang.
Pada suatu hari para sahabat Rasulullah
berkumpul di Makkah: Kata mereka, ‘Demi Allah! Kaum Quraisy belum pernah
mendengar ayat-ayat Qur’an yang kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa kira-kira yang
dapat membacakannya kepada mereka?” Jawab ‘Abdullah,”Saya sanggup membacakannya di
hadapan mereka dengan suara keras.” Kata mereka, “Tidak Jangan karnu! Kami kuatir
kalau kamu yang membacakannya. Hendaknya seorang yang mempunyai famili, yang
dapat mernbela dan melindunginya dari penganiayaan kaum Quraisy. “Biarlah saya saja Allah
pasti melindungi saya!” jawab ‘Abdullah tak gentar.
Besok pagi
kira-kira waktu dhuha, ketika kaum Quraisy sedang duduk-duduk sekitar Ka’bah,
‘Abdullah bin Mas’ud berdiri di Maqam Ibrahim, la1u dengan suara lantang dan
merdu dibacanya Al Qur ‘an:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tuhan yang Maha Pernurah
Yang mengajarkan Al Qur’an..
Yang nienciptakan manusia
Yang mengajarkannya pandai berbicara ) (Ar Rah man: 1 — 4).
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tuhan yang Maha Pernurah
Yang mengajarkan Al Qur’an..
Yang nienciptakan manusia
Yang mengajarkannya pandai berbicara ) (Ar Rah man: 1 — 4).
Bacaan ‘Abdullah yang merdu dan
lantang itu kedengaran oleh kaum Quraisy di sekitar Ka’bah. Mereka terkesima
merenungkannya. Kemudian mereka bertanya sesamanya, “Apakah yang dibaca Ibnu
Ummi ‘Abd (‘Abdullah bin Mas’ud)?”
“Sialan dia! Dia membaca ayat-ayat yang dibawa Si Muhammad!” kata mereka setelah sadar. Lalu mereka berdiri serentak dan memukuli ‘Abdullah. Tetapi ‘Abdullah terus saja membaca sampai habis. Kemudian ‘Abdullah pulang menemui para sahabat dengan muka babak beIur dan berdarah.
“Sialan dia! Dia membaca ayat-ayat yang dibawa Si Muhammad!” kata mereka setelah sadar. Lalu mereka berdiri serentak dan memukuli ‘Abdullah. Tetapi ‘Abdullah terus saja membaca sampai habis. Kemudian ‘Abdullah pulang menemui para sahabat dengan muka babak beIur dan berdarah.
“Inilah yang kami kuatirkan
terhadapmu!” kata para sahabat kepada ‘Abdullah.
Jawab ‘Abdullah “Demi Allah! Bahkan sekarang musuh-musuh Allah itu tarnbah kecil di mata saya. Jika Anda menghendaki: besok pagi akan saya baca pula di hadapan mereka.
“Jangan! sudah cukup dahulu! Bukankah engkau sudah memperdengarkan kepada mereka ayat-ayat yang sangat mereka benci?” jawab mereka.
‘Abdullah bin Mas’ud hidup sampai zaman Khalifah ‘Utsman bin Affan memerintah. Ketika ‘Abdulah hampir meninggal, Khalifah ‘Utsman datang menjenguknya.
“Sakit yang engkau rasakan, hai ‘Abdullah?” tanya Khalifah
“Dosa-dosaku,” jawab ‘Abdullah.
“Apa yang engkau inginkan?” tanya ‘Utsman.
“Rahmat tuhanku,” jawab Abdullah. “Tidakkah engkau ingin supaya kusuruh orang membawakan gaji-gajimu yang tidak pernah engkau ambil selama beberapa tahun?” tanya ‘Utsman.
“Saya tidak membutuhkannya,” jawab ‘Abdullah.
“Bukankah engkau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggal engkau?” kata ‘Utsman.
“Saya tidak kuatir anak-anak saya akan hidup miskin. Saya menyuruh mereka membaca surat Al Waqi‘ah setiap malam. Karana saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesiapa membaca surat Al Waqi’ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya.”
Jawab ‘Abdullah “Demi Allah! Bahkan sekarang musuh-musuh Allah itu tarnbah kecil di mata saya. Jika Anda menghendaki: besok pagi akan saya baca pula di hadapan mereka.
“Jangan! sudah cukup dahulu! Bukankah engkau sudah memperdengarkan kepada mereka ayat-ayat yang sangat mereka benci?” jawab mereka.
‘Abdullah bin Mas’ud hidup sampai zaman Khalifah ‘Utsman bin Affan memerintah. Ketika ‘Abdulah hampir meninggal, Khalifah ‘Utsman datang menjenguknya.
“Sakit yang engkau rasakan, hai ‘Abdullah?” tanya Khalifah
“Dosa-dosaku,” jawab ‘Abdullah.
“Apa yang engkau inginkan?” tanya ‘Utsman.
“Rahmat tuhanku,” jawab Abdullah. “Tidakkah engkau ingin supaya kusuruh orang membawakan gaji-gajimu yang tidak pernah engkau ambil selama beberapa tahun?” tanya ‘Utsman.
“Saya tidak membutuhkannya,” jawab ‘Abdullah.
“Bukankah engkau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggal engkau?” kata ‘Utsman.
“Saya tidak kuatir anak-anak saya akan hidup miskin. Saya menyuruh mereka membaca surat Al Waqi‘ah setiap malam. Karana saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesiapa membaca surat Al Waqi’ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya.”
Pada suatu malam, ‘Abdullah binMas’ud pergi menemui Tuhannya dengan tenang. Lidahnya basah dengan dzikrullah, membaca ayat-ayat
suci Al Qur’an.
Radhiyallahu ‘anhu. Aamiin!!!
Radhiyallahu ‘anhu. Aamiin!!!
0 komentar:
Posting Komentar